Senin, 18 November 2019

Sosiologi Antropologi Pendidikan


KETIDAKMERATAAN PENDIDIKAN YANG BERPENGARUH
PADA SUMBER DAYA MANUSIA DI INDONESIA
Oleh Widhah Salma Dariswanda
18413244016

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dengan adanya pendidikan, maka akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam negara tersebut, namun harus diikuti dengan kualitas pendidikan yang ada. Pendidikan dalam suatu bangsa harus memiliki kualitas yang tinggi agar dalam pembentukan sumber daya manusianya berhasil. Di Indonesia sendiri, pendidikan dengan kualitas sangat baik memang telah menjadi hal biasa di kota-kota besar, namun ternyata di daerah terpencil masih banyak ditemui daerah yang kondisi sarana prasarana dalam pelaksanaan pendidikannya sangat memperihatinkan. Terdapat beberapa faktor-faktor penghambat sumber daya manusia untuk maju dalam dunia pendidikan diantaranya adalah jumlah guru yang sedikit, fasilitas yang tidak merata, perbedaan tingkat ekonomi masyarakat dan yang lainnya.
            Ketidakmerataan pendidikan di Indonesia memang didasari oleh berbagai faktor, yang pertama adalah jumlah guru yang terdapat di daerah 3T sangat sedikit. Guru-guru yang benar-benar mengabdikan dirinya untuk mengajar di daerah 3T dapat dihitung dengan jari. Bagi sebagian guru, mungkin melihat daerah 3T sebagai daerah yang sulit dijangkau, jauh dari keramaian, dan kondisi sekolah yang tidak sebaik di daerah perkotaan. Jika didaerah terpencil hanya terdapat satu sekolah, kemudian guru yang mengajar pun juga hanya satu sampai lima orang, sangat-sangat berbanding terbalik dengan sekolah-sekolah di perkotaan. Dengan jumlah guru yang sedikit, pastinya akan berpengaruh pada penyampaian materi kepada siswa-siswanya. Guru yang memiliki dasar pendidikan matematika misalnya, ia juga harus mengajar bahasa Indonesia, tentu hal itu sangat kontras dan penyampaian materinya tidak sedalam guru yang mengampu mata pelajaran tersebut. Para siswa pun akan mengalami kesulitan dalam memahami materi, karena penyampaiannya tidak sedetail guru pengampu. Faktor lain yang memengaruhi ketidakmerataan pendidikan di Indonesia adalah perbedaan fasilitas pendidikan di daerah 3T dan kota. Di kota, fasilitas pendidikan sangat baik dibandingkan dengan daerah yang jauh dari kota. Hal itu mungkin didasarkan pada sulitnya akses menuju ke daerah tersebut, atau luput dari perhatian pemerintah. Fasilitas seperti meja kursi yang kondisinya tidak baik lagi, papan tulis yang menggunakan kapur, dan bangunan sekolah yang kondisinya tidak maksimal lagi, tentu berpengaruh pada proses belajara mengajar siswa.  Dengan begitu, maka siswa akan tidak nyaman belajar dan mungkin saja mereka memutuskan untuk tidak bersekolah dan bekerja saja.
            Faktor yang selanjutnya adalah perbedaan tingkat ekonomi di daerah terpencil dan kota. Di daerah terdepan, terluar dan tertinggal, masih banyak terdapat warga yang kurang mampu, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka saja mereka masih belum cukup, apalagi untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka. Jika di kota, banyak warga yang mampu walaupun tidak semuanya, mereka dapat menyekolahkan anak-anak mereka. Bagi warga di daerah terpencil, mereka dapat menyekolahkan anak mereka apabila biaya pendidikannya gratis dan ditanggung oleh pemerintah. Jika di daerah dekat rumah mereka tidak terdapat sekolah, mereka memilih untuk tidak menyekolahkan anak mereka ke daerah yang agak jauh namun terdapat sekolah. Hal itu karena biaya transport dan biaya pendidikan ke daerah lain mahal. Oleh karenanya, banyak anak-anak yang putus sekolah karena ketidakmampuan dalam membiayai pendidikan mereka. Namun, kini sudah terdapat program pemerintah mengenai bantuan biaya pendidikan, dan pelaksanaannya memang membiayai siswa-siswa kurang mampu dalam menempuh pendidikan.
Di Indonesia, pendidikan didaerah 3T atau terdepan, terluar, dan tertinggal memang telah menjadi salah satu perhatian dari pemerintah. Dari kajian sosiologi antropologi pendidikan dapat dianalisa bahwa pendidikan yang ada di daerah terpencil belum semuanya berjalan secara maksimal. Masih terdapat guru-guru yang mungkin “gengsi” dan malas untuk mengajar di daerah terpencil karena jauh dari jangkauan. Padahal seharusnya semua sekolah, entah dekat dengan pusat kota maupun jauh dari pusat kota memiliki fasilitas yang sama, seperti jumlah guru, sarana prasarana yang memadai, sehingga dalam melaksanakan pembelajaran siswa-siswa dapat menikmatinya dan nyaman saat belajar di sekolah. Oleh karenanya, guru yang bertugas mengajar di sana seharusnya ditambah jumlahnya, tidak hanya mengandalkan satu atau dua guru saja. Dengan jumlah guru yang cukup banyak, akan membuat proses belajar mengajar di sekolah tersebut berjalan secara efektif dan efisien, tidak perlu bergantian dalam melakukan pembelajaran. Fasilitas-fasilitas pendidikan di daerah terpencil, juga perlu ditingkatkan. Mengingat banyak anak-anak daerah 3T yang justru lebih semangat dalam menuntut ilmu. Sehingga, dengan adanya peningkatan fasilitas pendidikan, siswa-siswa akan kembali bersemangat belajar untuk mengejar cita-cita mereka.
Apabila ketidakmerataan pendidikan tersebut tidak diatasi secara maksimal akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia yang ada. Guru-guru yang mengajar tidak sesuai dengan keahliannya karena dipaksa oleh keadaan, tentu berdampak pada siswanya. Selain itu, fasilitas pendidikan yang tidak memadai, akan berdampak pada kenyamanan siswa ketika belajar. Apabila siswa-siswa tidak nyaman dengan kondisi sekitarnya, mungkin saja mereka dapat memilih untuk tidak bersekolah dan memilih dirumah saja karena fasilitas yang kurang memadai, apalagi ditambah dengan akses ke sekolah yang sulit, menyebabkan mereka enggan untuk meneruskan pendidikan mereka. Mahalnya biaya pendidikan dan pendukung pendidikan, tentu memberatkan mereka yang kurang mampu. Sehingga, banyak anak yang kurang mampu memilih untuk berhenti sekolah dan membantu orangtuanya mencari uang untuk kehidupan sehari-hari.
Ketika hal-hal tersebut terjadi, maka akan berdampak pada rendahnya kualitas sumberdaya manusia di Indonesia. Hal itu karena seharusnya anak-anak generasi penerus bangsa meneruskan pendidikan mereka hingga ke jenjang yang lebih tinggi justru memilih untuk berhenti menempuh pendidikan dan memilih untuk mencari uang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga mereka. Pekerjaan yang mereka lakukan pun mungkin belum sesuai dengan usia mereka, namun mereka tetap melakukannya karena kondisi ekonomi mereka. Walaupun begitu, mungkin sebagian anak juga meneruskan sekolah mereka, namun dengan kualitas sekolah yang masih rendah, sehingga mereka pun juga kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang memiliki pendapatan tinggi. Rendahnya sumber daya manusia tentu berdampak pada sulitnya mereka mendapatkan pekerjaan yang mapan dan bisa membantu perekonomian keluarga mereka. Sehingga diperlukan berbagai upaya agar dapat meningkatkan mutu pendidikan, memeratakan pendidikan hingga ke pelosok negeri dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan berbagai cara. 


Referensi :
Jurnal Mutu Pendidikan dan Pemerataan Pendidikan di Daerah, PSIKOPEDAGOGIA Volume 1 Nomor 2, Desember 2012 diakses pada 18 November pukul 16.28 WIB
https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-pendidikan.html diakses pada 18 November 2019 pukul 18.31 WIB











1 komentar:

  1. Waw sangat membantu sekali.
    Dengan tulisan ini saya jadi mengerti bagaimana kondisi pendidikan saat ini

    BalasHapus

Ujian Tengah Semester Sosiologi Bencana

  Modal Sosial Dalam Manajemen Bencana Non-Alam Pandemi Covid-19 Oleh : Widhah Salma D/18413244016        Bencana merupakan suatu perist...